Tauhid Zauqiyah: Dari Dalam ke Luar ~ Pusaka Madinah

burnzone

AD (728x60)

Tauhid Zauqiyah: Dari Dalam ke Luar

"Sampaikan dariku walau satu ayat." [H.R. Bukhari]

Performa dan tampilan terbaik laman ini pada peramban Microsoft Edge. Khusus pengguna perangkat mobile: Apabila ada artikel yang tampilannya terpotong, silakan baca dalam mode landscape. Apabila masih terpotong, artinya artikel tersebut hanya nyaman dibaca via laptop atau PC.
landscape mode.


Semua manusia memakai pakaian. Coba Ibu-ibu lihat semua pakaian itu. Coba lihat, ada apa di dalam kain Ibu itu? Jangan tertawa dulu, Ibu-ibu. Yang saya tanya ada apa di dalam pakaian Ibu, bukan yang di balik pakaian Ibu-ibu. Tentulah dalam pakaian Ibu itu ada kain, benang, dan kapas. Kain ini dinamai bermacam-macam: baju, kemeja, celana, sarung, kerudung, jaket, selendang, dan lain-lain. Tetap yang dinamai bermacam-macam itu kain juga, di dalamnya tetap ada benang dan kapas. Dari semua itu, tentu kapaslah yang terdahulu. Kapas dipilin menjadi benang, benang ditenun menjadi kain. Dari kapas barulah benang, setelah benang zahirlah kain. Walaupun sudah menjadi kain, tetap di dalamnya benang dan kapas.

Begitu juga diri kita yang kelihatan ini adalah jasmani. Di dalamnya ada ruhani, ada nurani, ada rabbani. Jangan kita lupa isi di dalam ini. Apapun yang kita kerjakan, dahululan yang di dalam, barulah ke luar. Jadi kita ini dari dalam ke luar; bukan dari luar ke dalam.

Contoh:
Kita melihat. Kalau kita dahulukan mata yang melihat, atau kita dahulukan merasa mata yang melihat, seperti ini dari luar ke dalam. Cobalah dari dalam dulu. Dari Allah [minallahi]; dengan Allah [billahi]



Pandangan kita dari Allah. Yang dari Allah dengan siapa? Dan yang dari Allah itu pada diri kita di mana letaknya? Tentulah dengan Rahasia-Nya. Rahasia itu rasa. Rasa itu Rahasia. Dan Rahasia itu Zat. Zat itulah diri Rasulullah. Maka hubungkanlah rasa itu ke Rasulullah. Kalau rasa itu sudah birasuli, tentu rasa rasul saja yang ada; tentu rasa rasul saja yang berlaku.


Kalau kita melihat mendahulukan main ke dalam, tidak ada keraguan lagi mengatakan birasuli yang memandang/melihat. Setiap birasuli, tentu lillahi. Setiap lillahi ta`ala, musti billahi ta`ala.

Kalau tidak billahi ta`ala, itu kemauan kita atau kemauan makhluk. Kemauan itu nafsu. Setiap ingin itu nafsu. Kalau seseorang beribadah mengikuti nafsu, tidaklah dia beribadah. Nafsunya yang beribadah.



Waktu kita takbir lalu membaca bacaan shalat, dapatlah merasakan siapa yang beribadah. Ketahui dahulu yang ada di dalam diri. Rasakan yang berkata-kata itu ada di sama-tengah hati. Yang di sama-tengah hati itulah Rasulullah; Rahasianya Tuhan; Zat Mutlak.

Untuk apa kita mau kalah dengan orang yang tidak merasakan. Kita bisa melihat ini-itu. siapa yang merasakan kalau bukan yang di sama-tengah hati? Ibu-ibu tidak usah malu atau merasa rendah diri dengan orang yang hanya sebatas akal saja keyakinannya. Karena keyakinan kita dalam tauhid hakiki ini bukan lagi keyakinan aqliyah, melainkan keyakinan kita sudah dengan keyakinan rasa.

Keyakinan kita bukan lagi dengan keyakinan "bil ilmi", melainkan dengan keyakinan "bi zauq" : benar-benar dirasakan.



Secara bil ilmi, bintang, bulan, dan matahari bisa diukur. Akan tetapi dalam kenyataannya, adakah yang pernah tidur di bulan, menggenggam bintang-bintang, dan menepuk-tepuk matahari seperti menepuk kepala kucing?

Ibu-ibu,  meskipun tidak memakai bil ilmi, Ibu-ibu bisa merasakan betul-betul tidur di bulan, menggenggam bintang, dan menepuk matahari seperti menepuk kepala kucing.

Contoh nyata:
Ibu sudah merasakan gula itu manis, garam itu asin, kopi itu pahit. Kalau sudah merasakan rasa gula, garam, dan kopi, untuk apa lagi memikir-mikirkan manis, asin, dan pahit lagi? Tidak perlu kita memikir-mikirkan manis, asin, dan pahit lagi sebab sudah dirasakan. Sudah merasa, maka tahulah zat gula itu manis, zat garam itu asin, zat kopi itu pahit.

Itulah makanya laa tafakaru fii zaatihi, 'jangan kau pikirkan Zat-Ku.  Sudah tahu zat gula dan merasakan zat gula, untuk apa dipikir-pikir lagi zat itu? Bukankah sudah merasakan?!



Kita sudah tahu, rasa itu Rahasia dan Rahasia itu Zat. Rasakan kita sudah di dalam Tubuh Kosong/Maharuang. Inilah yang dikatakan Zahiru Rabbi. Inilah Tubuh Allah yang ada di sama-tengah hati. Dari sama-tengah hati inilah timbulnya pergerakan pada jasad ini: melihat, mendengar, berbicara, bekerja, dan lain-lain.

Rasakanlah mulai dari sini [sama-tengah hati]. Hubungkan rasa kita ke sama-tengah hati. Jadi tawadhu kita harus pada Diri Allah yang ini. Tawadhu selain Allah, syirik.

Kita menyebut "Aku", hendaklah merasakan "Aku"-nya yang di sama-tengah hati. Yang di sama-tengah hati itu Diri Allah atau Diri wa fii anfusikum `afalaa tubsirun [Q.S. Az-Zariyaat:21].  Diri wa fii anfusikum `afalaa tubsirun ini biasa disebut Rahasia Diri Tuhan, itulah diri Rasulullah.

Kita menyebut "Aku", kalau merasakan "Aku"-nya jasad atau nafsu, syirik. Ingat, nafsu ananiyah ini yang selalu menghijab kita dari Tuhan. Nafsu ananiyah ini nafsu ke-aku-an.

Kita shalat. Shalat ini sunnah Rasulullah. Yang shalat itu Rasulullah, jasad kita ini melakukan sunnahnya saja.
Di Quran disebutkan umat itu musti athiullah wa athiurasul, 'taat pada Allah dan Rasul-Nya'. Yang disebut  umat itu banyak. Mata itu umat, mulut itu umat, tangan itu umat, kaki itu umat, seluruhnya itu umat. Setiap umat yang taat hanya mengikut pada Allah dan Rasulullah yang di sama-tengah hati. Itulah shalat. Yang shalat itu Rasulullah, kita ini melakukan sunnahnya saja.


Setiap lirasuli, musti birasuli;
setiap lillahi, musti billahi.


Dahulukan yang di dalam. Kalau dari luar ke dalam terus, akhirnya jadi keranjang sampah [duniawi] diri kita ini. Supaya tidak jadi keranjang sampah, hendaklah dari dalam ke luar. Jangan lupa dengan isi di dalam kain itu. Jangan lupa isi di dalam baju dan celana. Bukan isi dalam celana itu burung tekukur ya, Ibu-ibu.

Kalau masih kita yang ingin takbir, ingin membaca bacaan shalat, ingat..keinginan itu nafsu, setiap ingin itu nafsu. Buang saja segala ingin-ingin itu. Ganti dengan rasa. Rasakan saja Rasulullah shalat. Tidak ada syiriknya dan tidak ada mustahilnya. Tidak ada syiriknya sebab yang mengajarkan umat supaya tidak syirik itu Rasulullah. Rasakan yang di sama-tengah hati itulah Rasulullah.

Yang esa dengan Tuhan itu hanya Rasulullah. Yang perlu kita ketahui adalah Allah dan Rasul. Yang diakui pun Allah dan Rasul. Pergunakan iman zauqiyah ini, yakni iman rasa. Jangan jadi manusia yang bicara, "Allah. Allah," tapi dengan tidak merasakan Allah. Kalau merasakan Allah, mustahil tidak dipelihara Allah. Kalau dipelihara Allah, tentu tidak celaka.

Banyak orang, banyak ulama, banyak kyai, banyak habib, banyak hazrat, banyak syarif-syarifat, banyak ustadz-ustadzah bicara "Allah", tapi tidak merasakan Allah. Untuk apa takut dan minder pada orang-orang yang hanya pandai bil ilmi sambil tidak bi-zauq, tidak merasakan Allah.


إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِذَا كَانُوا مَعَهُ عَلَىٰ أَمْرٍ جَامِعٍ لَّمْ يَذْهَبُوا حَتَّىٰ يَسْتَأْذِنُوهُ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَأْذِنُونَكَ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ۚ فَإِذَا اسْتَأْذَنُوكَ لِبَعْضِ شَأْنِهِمْ فَأْذَن لِّمَن شِئْتَ مِنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمُ اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ [٢٤:٦٢
Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mukmin ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad) mereka itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Q.S. Nur:62]


Artinya, kita tidak bisa bercerai dengan Rasulullah. Apapun yang kita kerjakan, musti kita mohon izin dulu ke Rasulullah, baru ke Tuhan. Mustahil bisa langsung ke presiden tanpa melalui ajudannya dulu. Kalau ada perlu dengan Tuhan, carilah pribadi yang dipercaya Tuhan.

Ingat Ibu-ibu, jangan kita lupakan Rasulullah. Karena Rasulullah tidak pernah bohong. Kalau Rasulullah bohong, tentu bohong juga Allah. Karena Rasul itu menyampaikan apa yang disampaikan Allah kepadanya. Allah sampaikan kepada Rasulullah perintah shalat, ya kita shalatlah. Allah sampaikan kepada Rasulullah perintah takbir, ya kita bertakbirlah.

Ibu-ibu sebelumnya belum tahu. Sekarang tahu. Siapa yang menyampaikan Ibu-ibu jadi tahu itu? Tentu orang yang dipercaya Tuhan.

Coba banyangkan Ibu-ibu buat kue, tetapi hasilnya bantat. Tentu Ibu bisa merasakan kekurangannya apa. Kurang telur-kah? Kurang lama di-mixer-nyakah, dan lain-lain. Siapa yang merasakan kesalahan Ibu dalam membuat kue itu? Tentulah Rahasia Tuhan itu yang merasakan. Jangan lupa, musti pandai-pandai menghubungkan rasa "ke dalam" itu atau musti pandai-pandai menghubungkan rasa ke kapas itu.

Umpama:
Diri merasakan ada kelainan pada tubuh kita. Diamlah. Hubungi rasa itu ke Rasulullah. Nanti ada getaran pada kita berupa pemberitahuan atau lainnya. Dari getaran rasa inilah kita dapat tahu. Begitu juga kalau kita merasa ada kelainan atau sesuatu yang "lain" pada jasad kita. Cobalah hubungi dengan "TUHAN TUBUHKU, MAHASUCI NYAWAKU, YAA BUDDUHUN". Juga kalau ada getaran-getaran "lain" di badan [pada saat tafakur, misalnya], langsung saja hubungkan rasa ke sama-tengah hati dengan mengucapkan kalimah hakiki tadi. Itu untuk "pakaian pribadi" Ibu-ibu. Bukan untuk jadi dukun, melainkan untuk mawas diri.

Baca lagi Q.S. Nur:62 tadi.
"Kabulkan Muhammad akan apa-apa permintaan pertolongannya kepada kamu. Sampaikanlah Muhammad, doakanlah juga dia.


Tunjukkanlah kemukminan itu kepada Allah, bukan kepada manusia.


Jangan takut kalau sudah tahu ini. Ini semua untuk umat, bukan untuk ulama, bukan untuk habib, bukan untuk syarif, bukan untuk hazrat dan ayatullah, ini untuk umat.


Syaikh Siradj - "Iman Rasa"


Pandangan Nur IlahiManusia = Alam Kabir
Insan Kamil Mukamil

Kalau sudah tahu Kabir-Nya yang ada pada manusia.
Jadilah seorang hamba itu manusia kamil mukamil.
Sempurna sesempurna-sempurnanya.

Illa Haqq Illa Haqqin, Illa Haqqin Illa Haqq
"Muhammad itu haq Allah, Allah itu haq Muhammad."
Jadi, apa susahnya membelah bulan itu?

Tauhid Zauqiyah: Dari Dalam ke Luar
Adam Troy Effendy
By Pusaka Madinah
Published: 2013-05-13T12:03:00+07:00
Tauhid Zauqiyah: Dari Dalam ke Luar
5 411 reviews
Buku ISuS

Buku Ilmu Sedikit untuk Segala²nya

Sudah terbit buku untuk memudahkan Ikhwan/Akhwat memahami kajian tauhid hakiki yang termuat di situs ini secara lebih tersusun dari anak tangga pemahaman Islam yang paling dasar. Ikhwan yang berminat memiliki buku ini dapat menghubungi penerbitnya langsung di www.midaslearning.co.id

  • Untuk mengetahui seluk-beluk buku lebih komprehensif, lengkap dengan uraian per bab dan video garis besar kajian buku, silakan kunjungi landing page rekanan resmi kami di: www.bukutauhidhakiki.com
  • Untuk memesan buku dari rekanan resmi yang terdekat dengan kota Ikhwan/Akhwat, silakan kunjungi tautan ini: "Kami di Kota Anda".
"Sampaikan dariku walau satu ayat." [H.R. Bukhari]
Tags: , ,
admin Pusaka Madinah

Pusaka Madinah adalah sebutan untuk ilmu, amal, dan muanayah tauhid hakiki yang menjelaskan sinergi syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat dari kalangan khawwasul khawwas yang disampaikan oleh Mursyid, K.H. Undang bin K.H. Sirad bin K.H. Yahya dengan sanad aly sebagai berikut: (1) Nabi Muhammad Rasulullah Saw., (2) Nabi Khidir a.s., (3) Abdul Aziz ad-Dabarq, (4) Abdul Wahab at-Tazi, (5) Ahmad bin Idris, (6) Muhammad Sanusi, (7) Muhammad Mahdi, dan (8) Muhammad Idris.

 

Barangsiapa menghendaki kebaikan bagi dirinya, niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya. (Q.S. Al-Insan:29)

Copyright © 2025 Pusaka Madinah| Peta Situs | Designed by Templateism.com