Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuuh,
Ya, dengan penuh yakin saya katakan kalimat judul tulisan ini (paling tidak ilmal yakin deh :p ). Banyak orang tanpa sadar-tanpa sengaja beranggapan bahwa Allah itu gaib semata (segaib jin, malaikat, surga, neraka ??? ). Tidak, Allah juga zahir. Tentu gaib dan zahirnya Allah tidak sama dengan yang selain Allah.
Al-Hadid (57) : 3
هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Dialah Yang awal dan Yang Akhir Yang Zahir dan Yang Batin ; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
Hmm..baiklah, bagaimana mungkin seorang bodoh seperti saya ini bisa melihat Allah, detik ini juga?
Melihat Allah tentu tidak mungkin dengan alat mata kasar kita yang serba terbatas ini. Melihat matahari yang telanjang saja kita takmampu, bagaimana mungkin kita mampu melihat langsung Penciptanya?! Juga bukan dengan mata batin.. itu nanti masuknya ke kebatinan seperti kejawen..paling jauh hanya masuk ke alam jin {yang gampang dihias-hias biar orang merasa seperti di dimensi ketuhanan [padahal kesetanan]}.
Dalam Ilmu Tauhid dijelaskan bahwa melihat Allah itu dengan 2 hal, yaitu iman dan yakin.
-----> dengan iman, kita yakini Allah itu ADA
Bahkan penganut Materialisme pun kini taksanggup lagi menafikan eksistensi Tuhan. Adapun kaum Atheis kontemporer, mereka bukan tidak percaya Tuhan itu ada, mereka mengakui dan meyakini Tuhan itu ada. Mereka sekadar terbodohi oleh ego intelektual mereka sendiri untuk memeluk agama.
----> dengan yakin, kita tetapkan bahwa Allah itu "Laysaka mitslihi syai'un"; tidak sama dengan sesuatu
: artinya Allah bukanlah sesuatu, melainkan Pencipta segala sesuatu. Setiap yang bisa dipikir-pikir; dirasa-rasa; dikira-kira; dibayang-bayangkan, pasti sesuatu, dan pasti bukan Allah.
Betapa Allah itu tidak pernah terlintas dalam benak, tidak bisa dikira-kira, dibayang-bayang, dikhayal-khayal, tidak bisa di'tikad-i'tikadkan, tidak mengambil bentuk; tidak berwarna-tidak berbau; bukan cahaya-cahaya-bukan suara-suara; tidak bergerak-tidak diam; tidak datang-tidak pergi; tidak mengambil tempat (justru kita dan semesta alam beserta seluruh isinya mengambil tempat di dalam Allah); tidak di atas-di bawah; tidak di kiri-tidak di kanan; tidak di depan-tidak di belakang; bukan lafal [Allah] atau "alif-lam-lam-ha"; bukan lafaz pula;tidak sama dengan kosong dan kekosongan.
Contoh sederhananya: Kita bisa melihat langit biru luas membentang secara nyata. Kita juga bisa melihat pelangi dan cahaya-cahaya Nah, Allah itu lebih nyata lagi daripada itu, "bentuk" Allah itu pasti tidak sama dengan bentuk langit, pelangi, maupun cahaya-cahaya.
Tetapi Allah itu dekat. Dengan demikian, sangat logis jika Allah itu Maha Mengetahui.
Al-Baqarah (2) : 115
وَلِلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجْهُ اللّهِ
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah
Al-Baqarah (2) : 186
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat.
Seberapa dekat Allah itu?Aplikasi sederhananya: Silakan hadapkan bawah telapak tangan Sobat ke arah wajah. Bisa terlihat garis-garis tangan Sobat 'kan? Nah, kini dekatkan tangan sedekat-dekatnya ke mata Sobat. Masih terlihat jelaskah jemari Sobat setelah itu?
Qaf (50) : 16
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
.. dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,
=====> bukankah urat leher kita itu ada di balik kulit kita?? <=====
Hal ini sesuai dengan sebuah hadis yang kalau tidak salah redaksinya seperti ini: "Barang siapa mengenal Allah dengan sebenar-benarnya pengenalan maka kelu lidahnya (kalla lisanuhu; karena memang tiada kata, tiada kemampuan makhluk mendefinisikan Diri Pribadi Tuhan).
Dengan pemahaman tauhid, insyaAllah kita tidak akan terpedaya oleh kelihaian Iblis, Dajjal, dan para setan laknatullah yang kerap membodohi orang-orang saleh yang buta tauhid.
SABA’
وَلَقَدۡ صَدَّقَ عَلَيۡہِمۡ إِبۡلِيسُ ظَنَّهُ ۥ فَٱتَّبَعُوهُ إِلَّا فَرِيقً۬ا مِّنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
Dan sesungguhnya iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap mereka lalu mereka mengikutinya, kecuali sebahagian orang-orang yang beriman. (20)
Simpulannya: Bentuk Tuhan itu adalah laysa kamitslihi syai'un alias tidak sama dengan segala sesuatu!
Akhirul kalam, mari kita berantas buta tauhid agar ibadah kita terhindar dari syirik khafi (halus). Agar setiap muslim berkembang menjadi satu kekuatan yang tidak cinta dunia dan dan tidak takut mati. Agar setiap muslim tidak mudah terpesona oleh -isme-isme dari Dajjal. Agar setiap insan menyadari bahwa tujuan akhir setiap diri adalah Allah semata. Allahu'alam.
By
Published: 2010-08-12T02:41:00+07:00
Melihat Tuhan
24 komentar:
ini bisa muncul.. tapi kadang-kadang.. :9:
orang awam mengartikan melihat itu adalah mata ini melihat dengan langsung sesuatu itu . JIKA ALLAH TIDAK SAMA DENGAN SEGALA SESUATU , MAka wajarkan kalo jika orang awam seperti saya ini jika mengingat/menyebut Asma ALLAH terlintas pula dibenak gambar Asma ALLAH itu . dan aku tau ql itu hanya sekedar Asma-NYA dan tau kalo DIA sendiri yang BERKEHENDAK DI SERU ALLAH . dan manusia takkan tau kalo DIA tidak kasih tau .
Memang boleh dimaklumi seperti itu, Mas Anam.. meski demikian, boleh kita ajukan hadis Rasulullah Saw.:"Salatlah kamu seolah-olah kamu bisa memandang Allah. Jika kamu tidak bisa, yakinkan bahwa Allah memandangmu."
InsysAllah boleh kita iqra hadis tersebut seperti ini.
Pertama, memandang Allah bukan dengan mata kasar juga bukan dengan mata batin <-- ini mah untuk liat jin dan temen-temennya ya 'kan, Mas?! :g:
Kedua, meyakini Allah memandang kita tentu bukan dengan anggpan Allah memandang sebagai mana makhluk memandang.
Nah, setelah kita ketahui juga bahwa memandang Allah tidak sahih bila menggunakan pikiran dan perasaan (<-- karena ini digunakan untuk memandang segala sesuatu), maka yang sesuai dengan petunjuk dalil adalah memandang Allah dengan mendiamkan pikiran dan perasaan. Tapi bukan dengan mengosong-kosongkan pikiran ya, Mas.. :25:
Memang mempraktikkan diam pikiran-perasaan ketika salat dan ibadah lainnya itu sulit karena kita belum terbiasa, tapi bila kita latih terus, insyaAllah bisa, atas izin Allah.
Ada dalil hadis (kalau tidak salah):
"Jika kamu mengamalkan ilmu yang kamu ketahui, niscaya akan Allah tambah ilmumu dengan yang belum kamu ketahui."
InsyaAllah.. aamiiin..
Makasih banyak atas muzakarah ini, Mas Anam.. :8: semoga Allah limpahkan karunia tanpa batas untuk Mas Anam dan keluarga, aamiin..
jazakallah khoiron katsiiro..
perlu pemahaman memang agar hati kita bisa mendekat pada Allah. Aku juga baru sebatas ikhtiar. Setahuku ilmu dari Allah baru turun pada hati lembut dan bersih. Kalo hati yang dipenuhi dengan hawa nafsu akan banyak penyesatan di situ. Sekelompok orang yang mempunyai indra ke6 perlu membersihkan hati secara menyeluruh, karena setan lebih mudah lagi menyusup dengan gambaran yang begitu nyata. Sampai mereka ini dengan begitu yakinnya bercerita pada yang lain tentang yang dilihatnya. Insya Allah orang beriman tidak akan tertipu. Orang-orang yang menawarkan surga padahal neraka termasuk bagian sistem dari proses menjelang kemunculan dajjal. makanya setan akan berusaha menyusup ke siapapun termasuk yang berilmu. Orang berilmu tinggi belum tentu beriman. Ya Allah semoga kita semua diselamatkan dari fitnah dajjal
Betul sekali, Mbak.. hati yang di dalam dada itu banyak penyesatannya.. itu sebabnya tauhid mengajarkan kita agar hati sanubari yang ada di dada sebisa mungkin selaras dengan hati nurani yang di sama tengah hati. :)
Dan lagi-lagi Mbak Ami benar soal orang-orang dengan indera ke-6 itu.. istilah pribadi indigo dan istilah indera ke-6 ini baru "dimunculkan" taun 70-an oleh seorang mistikus kabbalis. Maka, siapa pun yang merasa punya indera ke-6, sebaiknya segera cari guru tauhid untuk menyelamatkan karunia itu dari penyimpangan menjadi bencana dunia-akhirat bagi dirinya.
Aamiin ya Rabb.. semoga kita semua diselamatkan dari fitnah Dajjal.
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (TQS. Qoof: 16).
Para ulama ahli tafsir berselisih pendapat mengenai makna kedekatan dalam ayat di atas, apakah yang dimaksud adalah kedekatan Allah ta'ala atau kedekatan malaikat.
Abul Faroj menyebutkan bahwa ada dua pendapat ketika mengartikan kedekatan dalam ayat di atas.
Pertama adalah kedekatan para malaikat.
Kedua adalah kedekatan Allah dengan ilmu-Nya, sebagaimana yang disebutkan dari Abu Sholih, dari Ibnu ‘Abbas.
Namun ingat, mereka sama sekali tidak memaksudkan kedekatan di situ adalah kedekatan Dzat Allah ‘azza wa jalla, yaitu Dzat Allah dekat dengan urat leher dari seorang hamba. Jadi, jika ulama tersebut menafsirkan kedekatan di situ bukan kedekatan para malaikat, maka mereka mereka akan menafsirkan bahwa kedekatan tersebut adalah kedekatan dengan ilmu dan qudroh (kekuasaan) Allah. Demikian penuturan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 5/502, Darul Wafa’, cetakan ketiga 1426 H.)
Jadi, perlu diperhatikan bahwa tidak ada satu pun ulama Ahlus Sunnah yang mengartikan kedekatan Allah dengan kedekatan Dzat-Nya, sehingga jika kedekatan-Nya dimaknakan Allah berada di mana-mana, ini adalah makna yang jelas-jelas keliru.
Lanjutannya di sini...
http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/2766-salah-paham-dengan-ayat-kami-lebih-dekat-dari-urat-leher.html
Memang benar, Mas..bahwa kata ganti "Kami" yang ada di Quran itu menunjukkan keterlibatan malaikat dalam terma ayat tersebut. :)
Nah, ketika kita bicara tentang Tuhan, tentu kita tidak lalu membelokkannya ke arah pembicaraan malaikat.
Sebenarnya, antara Allah dengan Ilmu-Nya itu tidak ada jarak, Mas. Esa. Mari kita ambil analogi dari dalil lain, yaitu dalam penciptaan manusia dikatakan bahwa "Penciptaan Adam itu menurut gambaran Wajah Allah."
Nah, maksudnya "wajah" di sini mengacu kepada sifat.
Seorang guru fisika dengan ilmu fisika yang dikuasainya 'kan tidak ada jarak ya, Mas?! Seorang guru dengan ilmunya, dengan namanya, dengan jasadnya itu esa: dekat, tapi tidak berjarak. :)
Mungkin..hanya ibnu taimiyah saja yang berpandangan seperti itu, Mas?!
inget kata kang mux
kurang lebih intinya kayak gini mungkin.
jika pikiran on, perasaan off.
jika pikiran off, perasaan on
mungkin contohnya
jika kita sedang menghitung angka2 (pikiran on), otomatis perasaan akan diam (off)
jika kita sedang 'galau' :5: (perasaan on), sedangkan pikiran kita diam (pikiran off)
*)koreksi klo ada yang tidak sepersepsi kang :D
pertanyaannya emang pikiran kosong itu contonya gimana kang? soalnya saya belum bisa bedain hehe...
Kang Oncom, latihan DIAM itu utk DIAM-kan pikiran & perasaan. bukan KOSONG-kan pikiran. beda lho ya antara men-DIAM-kan dengan me-NGOSONG-kan pikiran. kalau pikiran kosong itu yg dinamakan lalai, nah inilah saatnya "pengintai" untuk masuk ke jasad kita.
Trus rasa diam ini yg kyk gimana dong? ya ketemunya dalam latihan DIAM. yg ga latihan ga nemu. gimana mo ceritainnya kalau yg paham itu yg merasakan?
bang arbi.. via email aja ya berlanjutnya
(tp ingat no maho wkwk.. becanda kang :D)
okey, silahkan kang oncom :D
Nah, tuh..udah dibantu sama Bang Arbi :8:
tes dulu ah
semua sudah terbentang, semua sudah jelas, semua sudah nyata, maka itulah "Mukasyafah". di situlah tajjali ke-esa-an, laksana musa yg sedang pingsan dan gunung yg hancur berantakan. Musa a.s tidak mampu untuk bicara, mana Musa ? mana gunung ? mana Tuhan ?, akhirnya seperti apa yang di katakan oleh Syekh Junaid "Hakikat Tauhid (sebenar-benarnya tahuid) tiada lagi tanya, kenpa dan bagaimana "
Artikelnya keren2 masbro..
Salam kenal..
Salam kenal balik, Mas Ian.. masyaAllah.. isi blog Ruh Tauhid Mas juga ajeb tuh! :8:
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (TQS. Qoof: 16)
Kalau ada yg menafsirkan begini gimana sahabat Mux, Tuhan ke kita emang dekat karena dia Maha Meliputi, tapi kita ke Tuhan sangatlah jauh karena jauh & dekatnya bukanlah jarak dan juga bukan waktu.
salam
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (TQS. Qoof: 16)
Kalau ada yg menafsirkan begini gimana sahabat Mux, Tuhan ke kita emang dekat karena dia Maha Meliputi, tapi kita ke Tuhan sangatlah jauh karena jauh & dekatnya bukanlah jarak dan juga bukan waktu.
salam
Tampaknya yang lebih akurat itu begini, Mas Larno:
Tuhan-hamba itu jauh tidak berjarak-antara, dekat tidak bersentuh. :)
Penjelasan lebih detailnya bisa Mas cermati di sini :)
Memahami Keesaan Tuhan-Hamba: Tanya-Jawab Tauhid
Salam kenal dan moga gak kapok main di mari ya,Mas :D
lagi mencari cari nie mas, mudah2 ada dapat disini, semakin hari bukannya tambah pinter tapi kok tambah bodoh yaaaaa
Its ok Mas, Fadli.. Nabi Ibrahim juga pertamanya bodo dulu.. udah gitu makin bodo..karena begitu kenal Tuhan..kita sadar.. hidup pun dihidupkan, tahu pun kita diberi tahu.. :20:
terima kasih masukannya, sebetulnya pingin cari guru, tapi melihat banyaknya yang bergelar haji atau ustaz yang berurusan dengan hukum jadinya bingung mau cari dimana
Ya, prihatin kita dengan kebanyakan ulama masa kini yang belum layak menyandang sebutan itu ya.. :14:
Posting Komentar